tentang

terapi

TERAPI
Saya percaya bahwa antara jasmani dan ruhani seorang manusia terjalin satu bentuk hubungan yang terintegrasi. Bentuk hubungan tersebut masih cukup sulit untuk bisa dijelaskan. Dan saya percaya bahwa manusia telah diciptakan dalm bentuk yang sempurna. Manusia akan menemui kehancuran, kerusakan oleh karena sikap dan perilaku dirinya.
Penyimpangan sikap dan perilaku inilah yang menjadi awal mula terjadinya permasalahan dalam jasmani dan ruhani nya. Bagaikan mata air yang mengalir menuju satu muara tertentu, namun manakala terjadi pembelokan maka aliran air tersebut akan mecari muara baru sebagai ujung dari perjalanan alirannya. Perjalannya menuju muara baru telah membasahi berbagai hal yang seharusnya tidak basah. Muara baru yang seyogyanya tidak menjadi muara bagi hidupnya, kini menjadi muara hidupnya.
Berbagai jenis penyakit adalah muara-muara baru. Bagaimana kita harus mengembalikan kepada muara yang sesungguhnya?
Diagnosa yang harus diperoleh adalah :
1. Penyimpangan awal sebagai dari permasalahan
2. Laluan baru yang terbentuk, bisa saja meningkatnya tekanan darah, naiknya kolesterol, dll.
3. Muara baru yaitu penyakit-penyakit yang kemudian diderita.
Terapi kami mempertimbangkan itu semua, baik secara jasmani maupun ruhani.

JIWA MANUSIA
Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir[24].
Sedangkan menurut al-Ghazali di dalam buku – buku filsafatnya dia menyatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap tidak berubah – ubah yaitu al-Nafs­ atau jiwanya[25]. Adapun yang dimaksud tentang al-Nafs adalah “substansi yang berdiri sendiri yang tidak bertempat”. Serta merupakan “tempat bersemayam pengetahuan – pengetahuan intelektual (al-ma’qulat) yang berasal dari alam al-malakut atau al-amr. Hal ini menunjukkan bahwa esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisiknya. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat, sedangkan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, karena keberadaannya tergantung kepada fisik. Sementara dalam penjelasannya yang lain, al-Ghazali menegaskan bahwa manusia terdiri atas dua substansi pokok, yakni substansi yang berdimensi dan substansi yang tidak berdimensi, namun mempunyai kemampuan merasa dan bergerak dengan kemauan. Substansi yang pertama dinamakan badan (al-jism) dan substansi yang kedua disebut jiwa (al-nafs).[26]
Jiwa (al-Nafs) memiliki daya – daya sebagai derivatnya dan atas dasar tingkatan daya – daya tersebut, pada diri manusia terdapat tiga jiwa (al-nufus al-tsalatsah) :
Pertama jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah) merupakan tingkatan jiwa yang paling rendah dan memiliki tiga daya 1) daya nutrisi (al-ghadiya), 2) daya tumbuh (al-munmiyah) dan 3) daya reproduksi (al-muwallidah), dengan daya ini manusia dapat berpotensi makan, tumbuh dan berkembang biak sebagaimana tumbuh – tumbuhan. 
Kedua, jiwa hewani/sensitive (al-nafs al-hayawaniyah) yang memiliki dua daya  1) daya penggerak (al-mukharikah) dan 2) daya persepsi (al-mudrikah). Pada penggerakn (al-mukharikah) terdapat dua daya lagi yaitu 10 daya pendorong (al-baitsah) dan 2) daya berbuat (al-fa’ilah). Hubungan antara daya pertama dengan daya kedua sebagaimana hubungan daya potensi dan aktus, tetapi keduanya bersifat potensial sebelum mencapai aktualisasinya. Yang pertama merupakan kemauan dan yang kedua merupakan kemampuan. Karena itu al-Ghazali menyebut yang pertama iradah dan yang kedua qudrah. 
Ketiga, jiwa rasional (al-nafs al-natiqah). Mempunyai dua daya !) daya praktis (al-‘amilah) dan 20 daya teoritis (al-alimah). Yang pertama berfungsi menggerakkan tubuh melalui daya – daya jiwa sensitive / hewani. Sesuai dengan tuntutan pengetahuan yang dicapai oleh akal teorities. Yang dimaksud akal teoritis adalah al-‘alimah, sebab jiwa rasional disebut juga al ‘aql. Al-‘alimah disebut juga akal praktis. Akal praktis merupakan saluran yang menyampaikan gagasan akal teoritis kepada daya penggerak[27].
 

KENAPA LEBAH?
Manusia bisa keliru, namun tidak bagi Allah.
لا جرم أن الله يعلم ما يسرون وما يعلنون إنه لا يحب المستكبرين
Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.

ثم كلي من كل الثمرات فاسلكي سبل ربك ذللا يخرج من بطونها شراب مختلف ألوانه فيه شفاء للناس إن في ذلك لآية لقوم يتفكرون
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
وإذا مرضت فهو يشفين
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,

Dari lebah, Allah telah menjanjikan obat dan kesembuhan didalamnya. Lebih jauh lagi masih banyak metoda lain yang juga bisa kita fikirkan. Namun, alangkah baiknya dan bijaknya manakala kita memulai petualangan untuk mendaptkan kesembuhan dengan konsep kembali/taubat.  dengan mencoba menyusuri melalui Al-qur'an sebagai langkah awal.